Kembali pada Tuhan

Tuhan, sebaik-baik tempat kembali adalah Dia. Kembali ketika sudah lelah, kembali ketika sudah jenuh, kembali ketika entah apapun sebabnya. Dialah yang selalu sedia setiap saat untuk kita.

Tuhan, ketika diri ini telah lelah untuk ada, aku mencoba untuk mengingatnya, mengingat hakikat hidup ini, kenapa aku ada di sini, kenapa aku diciptakan. Ya, mengingat hakikat hidup, akhirnya mengingat Tuhan.

Ketika sering kali batin bertubi-tubi diserang oleh ketakutan, entah ketakutan akan hidup ataupun mati, akhirnya aku menemukan sebuah kesimpulan. Ketakutanku tercipta karena aku telah terlalu jauh, terlalu jauh dari Pengendali Hati, Tuhan. Setiap rasaku kembali padaNya di saat titik nol ku, aku menemukan kekuatan baru, kekekuatan yang tak kurasakan di saat aku berada dalam jurang terdalam siklus kehidupan. Saat itu, melalui perenungan juga, betapa jauhnya aku dariNya. Jauh dari bait-bait cintaNya, jauh dari cara komunikasi terbaik dengannya, jauh dari jalan untuk menuju tempat sebaik-baik tempat tujuan, Tuhan.

Jika berbicara tentang kembali pada Tuhan, aku mencoba merenungi dunia ini. Entah perenungan dan kesimpulanku benar atau tidak, siapapun berhak mengkritisi. Dunia ini pun akhirnya akan kembali pada Tuhan. Diskusi bersama salah satu dosen pengajar bersama teman-teman membuatku menarik kesimpulan, alam beserta isinya akan kembali pada Tuhan. Ketika globalisasi yang terjadi saat ini telah menciptakan fenomena baru yang ekonomi maupun teknologi tercanggih, dua hal yang diagung-agungkan dan mungkin bisa disebut dengan tuhan baru, tak bisa mengatasi fenomena tersebut, manusia yang menciptakan tuhan baru tersebut lama-lama akan kembali pada Tuhannya yang lama. Tuhan tak akan pernah dapat terganti dalam setiap aspek kehidupan. Semaju dan secanggih apapun hidup dan kehidupan ini, ada Tuhan dibalik itu semua. Tuhan adalah tempat sebaik-baik tempat kembali. Continue reading